Jumat, 16 Januari 2009

Mahasiswa Segel LPMP Sultra

Sekelompok mahasiswa kembali melakukan unjuk rasa, menolak kehadiran Kepala LPMP Sultra "impor", kemarin (14/1). Mereka mendatangi dan menyegel Kantor LPMP Sultra. Bahkan, kelompok yang kini mengatasnamakan Lembaga Aspirasi Masyarakat (LAM) Sultra itu berkeinginan menduduki Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan itu. Meskipun mereka menyadari, LPMP Sultra adalah lembaga vertikal yang tidak mengambil garis komando dari pemerintah daerah, namun demonstran berharap agar pemberdayaan SDM lokal dapat diperhitungkan. Para demonstran menuntut adanya pemerataan dan penghargaan terhadap kualitas SDM masyarakat lokal. Kehadiran LAM Sultra di Kantor LPMP itu membuat pintu utama kantor tersegel. Demonstran menutup pintu masuk, pot besar yang ada di halaman kantor dipindahkan untuk menghalangi jalan masuk. Mereka malah mengancam akan menduduki LPMP jika aspirasinya tidak diperhatikan. Korlap LAM Sultra, Rabdan Purnama mengungkapkan, mestinya dalam penentuan pimpinan sebuah lembaga vertikal, Depdiknas sebagai penentu kebijakan harus berkoordinasi dengan Pemda Sultra. Pasalnya, masih banyak orang yang mampu memimpin sebuah lembaga dari asli putra daerah sendiri. "Olehnya itu, kami menyatakan sikap untuk menolak droping pimpinan dari pusat ke daerah. Mendesak Mendiknas untuk memperhatikan dan menindaklanjuti aspirasi daerah dalam penentuan pimpinan LPMP," ujar Rabdan Purnama. Ironinya, para demonstran mendesak Presiden RI untuk menghapus LPMP dan bergabung dengan Depdiknas. Padahal, LPMP memang berada di bawah naungan Depdiknas dan hanya salah satu unit pelaksana teknis (UPT) Ditjend PMPTK Depdiknas. Di tempat terpisah, Kepala LPMP Sultra, Bambang Tawardi yang baru dilantik 9 Januari 2009 menyikapi, aspirasi yang disampaikan para demonstran cukup positif. Pasalnya, pemberdayaan SDM lokal juga cukup penting dalam membangun LPMP di daerah. "Aspirasi itu dapat menjadi bahan informasi yang bisa dipakai sebagai acuan pembenahan LMPM. Persoalan adanya masukan Pemprov Sultra ke Depdiknas untuk menjadi calon kepala LPMP, saya tidak tahu. Yang saya tahu, saya diberi mandat, amanah dan tanggung jawab untuk memimpin LPMP Sultra," terang pengganti Harizal itu. Aksi yang dilakukan mahasiswa dinilai cukup positif untuk menjadi masukan penentuan kepala lembaga UPT yang berada di bawah naungan Depdiknas. Untuk diketahui, Bambang Tawardi diangkat menjadi Plt LPMP Sultra pada pertengahan Juli 2008 menggantikan Harizal yang kini diangkat menjadi Kasubdit Penghargaan dan Perlindungan Pendidikan Nonformal Ditjen PNF Depdiknas. Bambang Tawardi dilantik menjadi Kepala LPMP defenitif tepatnya tanggal 9 Januari 2009 yang sebelumnya pernah menjabat Kasi pengembangan sarana pendidikan nonformal Ditjend PMPTK Depdiknas.

Kasus MTQ "Bertelur" Di BPKP Sultra

Pihak Kejati Sultra, telah lama mengajukan permintaan audit 11 item kasus dugaan korupsi MTQ nasional lalu. Bahkan waktunya sudah menyebut kata tahunan, namun hingga kini, hasil audit itu tak kunjung juga selesai. Bertelurnya alias berlarutnya kasus MTQ itu di BPKP, membuat penanganan kasus tersebut tak kunjung selesai, karena pihak Kejati menunggu hasil audit itu, guna melanjutkan penanganannya. "Kasus MTQ saat ini sementara ditangani pihak BPKP, kami sudah mengajukan permintaan audit jauh hari sebelumnya," terang Asintel Kejati Sultra, R Arie Arifin Bratakusumah, saat dikonfirmasi kemarin. Menurut Arie, pihaknya sudah menyerahkan data-data kasus itu, guna proses audit yang dilakukan BPKP, setelah hasil audit keluar barulah pihaknya menindaklanjuti kasus tersebut. Sementara, humas BPKP, Agus Trisyuwanto saat dikonfirmasi terkait audit itu, tak bisa dihubungi. Begitupun saat dikonfirmasi via ponselnya, pejabat BPKP tersebut enggan mengangkat ponselnya alias tak bisa dikonfirmasi. Sekedar diketahui, 11 item dugaan korupsi itu MTQ itu adalah, arena penyelenggaraan MTQ, menara persatuan, lanjutan arena penyelenggaraan MTQ, lanjutan menara persatuan, penimbunan, pembuatan stan pameran, lanjutan stan pameran, panggung saritilawa, area parkir, pengadaan mobil kia carens dan penerimaan sumbangan pihak ketiga.

Penahanan Mashuddin Diperpanjang

Kasus dugaan penyimpangan Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan tahun 2007 yang melibatkan mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Kendari, Mashuddin, masih akan bertambah lama di tangan jaksa. Pasalnya, saat ini jaksa belum melimpahkan kasus itu ke pengadilan karena rencana dakwaan masih diproses. Selain itu tahanan Mashuddin diperpanjang selama 30 hari yang sebelumnya ditahan sejak 2 Mei 2008. Terkait hal itu, kubu Mashuddin meminta pihak Kejari agar diperlakukan seperti tahanan korupsi lainnya, yang terlambat dirutankan, justru sudah lebih dulu dipengadilankan. Kubu Mashuddin melalui istrinya, Djunartin, mengungkapkan bila suaminya sudah dua bulan lebih menghuni Rutan Punggolaka, namun hingga kini, kasusnya tak kunjung juga dilimpahkan ke pengadilan guna disidangkan. Padahal katanya, ada tahanan korupsi lainnya, yang pernah satu kamar dengan suaminya, yakni Alfian Toar, Pembantu Ketua II Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAIN) dan tahanannya belum cukup sebulan, justru sudah dilimpahkan ke pengadilan, guna disidangkan. "Kini suami saya bukannya dilimpahkan ke pengadilan, justru tahanannya yang diperpanjang. Sebagai orang awam, kami melihat ini ada semacam diskriminasi. Kenapa perkara suami saya yeng lebih dulu diproses, seolah penanganannya dibelakangkan," terangnya, sembari berharap agar jangan ada diskriminasi hukum yang menimpa sang suami. Sementara Safarullah SH, pengacara Mashuddin yang ditemui membenarkan perpanjangan tahanan itu. Katanya, ia sudah menerima surat perpanjangan tahanan tersebut dari Kejari Kendari, dengan nomor B-151/R.3.10/Ft.1/07/2008. "Klien saya diperpanjang tahanannya selama 30 hari lamanya,” ungkapnya, sembari mengatakan perpanjangan tahanan itu memang kewenangan pihak penyidik dan itu diatur dalam KUHAP. Di lain pihak, Kepala Kejari, Dedy Siswadi yang ditemui mengatakan, kasus Mashuddin saat ini masih sementara proses penyusunan Rencana Dakwaan (Rendak, red) dan Rendaknya itu sudah disampaikan ke Kejati Sultra. "Kami sementara menunggu Rendak itu, setelah turun akan diproses lebih lanjut," katanya sembari menepis tak ada unsur diskriminasi diperkara itu, semua dilakukan sesuai prosedur berlaku.